Sep 11, 2023

Implementasi Strategi Pembelajaran Scaffolding



Salah satu strategi pembelajaran yang dapat diimplementasikan dalam pembelajaran berdiferensi adalah Strategi Pembelajaran Scaffolding. Scaffolding merupakan interaksi antara pendidik dan peserta didik dengan tujuan untuk membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran guna meningkatkan pemahaman dan keterampilan peserta didik.

Scaffolding didasarkan pada teori Vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau Zona of Proximal Development (ZPD).

Alasan mengapa Strategi Pembelajaran Scaffolding termasuk ke dalam pembelajaran berdiferensiasi karena Strategi Pembelajaran Scaffolding memiliki tujuan membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran. Kesulitan yang dialami oleh peserta didik tentu saja berbeda-beda, sehingga kebutuhan belajar mereka juga pasti berbeda. Oleh karena itu, konsep ini sesuai dengan pembelajaran berdiferensiasi yang bertujuan untuk mengakomodir kebutuhan peserta didik dalam upaya meningkatkan potensi dirinya.

 

Adapun karakteristik Strategi Pembelajaran Scaffolding yaitu:

Jamie McKenzie mengemukakan 8 (delapan) karakteristik pembelajaran scaffolding:

a.       Provides clear directions (memberikan arahan yang jelas)

b.      Clarifies purpose (memperjelas tujuan)

c.       Keeps students on task (membuat siswa tetap pada tugas)

d.      Offers assessment to clarify expectations (menawarkan penilaian untuk memperjelas harapan)

e.       Points students to worthy sources (mengarahkan siswa ke sumber yang layak)

f.       Reduces uncertainty, surprise and disappointment (mengurangi kejutan, ketidakpastian, dan kekecewaan)

g.      Delivers efficiency (memberikan efisiensi)

h.      Creates momentum (menciptakan momentum)

Langkah implementasi Strategi Pembelajaran Scaffolding:

a.    Menentukan zona of proximal development (ZPD) untuk masing-masing siswa. Siswa kemudian dikelompokkan berdasarkan tingkat ZPD nya dengan melihat nilai hasil belajar sebelumnya. Siswa dengan ZPD jauh berbeda dengan kemajuan rata-rata kelas dapat diberi perhatian khusus.

b.    Setelah siswa dikelompokkan berdasarkan ZPD, guru merancang tugas-tugas belajar (aktivitas belajar Scaffolding) yang meliputi menjabarkan tugas-tugas dengan memberikan pemecahan masalah ke dalam tahap-tahap yang rinci sehingga dapat membantu siswa melihat zona atau sasaran tugas yang diharapkan akan mereka lakukan. Guru menyajikan tugas 4 belajar secara berjenjang sesuai taraf perkembangan siswa yang dilakukan dengan berbagai cara seperti penjelasan, peringatan, dorongan (motivasi), penguraian masalah ke dalam langkah pemecahan dan pemberian contoh (modelling).

c.    Guru memantau dan memediasi aktivitas belajar yang meliputi mendorong siswa untuk bekerja dengan pemberian dukungan sepenuhnya, kemudian secara bertahap guru mengurangi dukungan langsungnya dan membiarkan siswa menyelesaikan tugas mandiri. Guru memberikan dukungan dalam bentuk pemberian isyarat, kata kunci, dorongan, contoh atau hal lain yang dapat memancing siswa ke arah kemandirian belajar dan pengarahan diri.

d.   Guru mengecek dan mengevaluasi belajar yang dicapai serta mengecek dan mengevaluasi proses pembelajaran, apakah siswa tergerak ke arah kemandirian dan pengaturan diri dalam belajar.

 

 Contoh Implementasi Strategi Pembelajaran Scaffolding:

Dhea adalah peserta didik baru kelas I (satu). Saat pembelajaran berlangsung, Ibu Rika sebagai guru kelas I (satu) baru mengetahui kalau ternyata Dhea belum mampu mengenali huruf dengan baik. Melihat kesulitan yang Dhea alami, Ibu Rika memutuskan memilih cara termudah untuk mengajari Dhea yaitu dengan mengajaknya menebalkan pola garis putus-putus yang membentuk abjad.

Di awal Ibu Rika membantu dan membimbing Dhea untuk mengikuti pola tersebut. Ibu Rika membiarkan Dhea mencoret pola tersebut dengan tetap diarahkan supaya mengikuti pola yang ada. Kemudian setelah kemampuan Dhea dirasa meningkat, Ibu Rika mengurangi pola tersebut secara perlahan.

Setelah Dhea mampu mengingat cara menuliskan suatu huruf, barulah Ibu Rika meminta Dhea untuk menuliskannya tanpa bantuan pola. Untuk mengukur tingkat perkembangannya, Ibu Rika meminta Dhea untuk menuliskan huruf-huruf tertentu secara acak.

 Referensi :

Mustofa, Hadi et all. 2021. “Strategi Pembelajaran Scaffolding dalam Membentuk Kemandirian Belajar Siswa. Jurnal Al Fatih. 1(2) : 42-52